Tuesday 19 April 2016

SANG PROFESOR

lima laki-laki dan perempuan paruh baya berjalan beriringan masuk kedalam sebuah rumah yang cukup mewah, dengan menarik sebuah koper besar juga tas jinjing yang di gantungkan asal di tangan kanan mereka, entah apa isinya. Emapat di antara mereka memakai kaca mata minus yang tebal berbentuk oval, mencirikan sekali mereka adalah anak-anak kutu buku yang pintar sekaligus kaku dalam pergaulan, ya mereka adalah siswa sekolah menengah pertama dan sekolah menegah atas yang terpilih dari beribu siswa lainnya di ibu perpitiwi untuk tinggal bersama professor legendaris. Dia kerap di juluki sebagai Dalton kedua-penemu teori mengenai atom. Mereka memiliki dua tujuan untuk tinggal disini pertama untuk merawat sang professor legendaris yang sudah renta dan tujuan kedua tentu untuk mendapatkan warisan ilmu pengetahuan yang konon telah di teliti oleh sang professor selama hampir seluruh hidupnya. Mereka – Erik,Riska,Safira,Gilbert, dan Mita mulai memasuki ruang tengah rumah professor yang luas, tak ada benda spesial di dalamnya, hanya ada empat sofa tua dan satu meja berbentuk bundar juga beberapa lukisan abstrak yang bertengger di dinding berwarna coklat keemasan. Aneh memang tak ada satu benda pun yang mencirikan rumah itu adalah rumah milik seorang professor. “selamat datang di gubuk reyotku, saya bangga kalian mau meningglkan rumah nyaman kalian hanya untuk mengemban ilmu pengetahuan. Hidup ilmu pengetahuan !” kata sang professor dengan suara yang parau, tangan yang ia kepalkan ke udara bergetar, ia tersenyum memamerkan deretan giginya, namun beberapa sudah menghilang. Semua anak pun bergantian memperkenalkan diri kepada sang professor. Dengan tangan kasar dan urat yang menojol sang professor dengan bersemangat menjabat satu-satu tangan anak didiknya. “Kalian, adalah orang-orang yang akan mewarisi ilmu pengetahuan ku, di rumah ini semua ruangan dan isinya juga milik kalian, milik kita bersama.” Kata professor sambil menatap anak didiknya dengan lembut, matanya sayu dahinya sesekali berkerut menggambarkan kelelahan yang berkepanjangan atas perjalanan hidup yang telah ia lalui. “namun…” kini suaranya terdengar seperti orang cemas, mendadak Erik,Riska,Safira,Gilbert, dan Mita menyeringit bingung. “kalian tidak boleh memasuki satu kamar, yaitu ruang kerjaku letaknya ada di lantai atas ruangan paling pojok. Selebihnya kalian bebas keluar masuk, kalian bebas mengekspresikan apa yang ada di otak brilian kalian, di rumah ini ada laboraturium dan fasilitasnya juga cukup memadai. kalian juga bisa mencari referensi dari buku-bukuku di perpustakaan, aku memiliki seribu lima ratus tujuh puluh lima koleksi. Tapi ingat satu pesanku jangan pernah masuk kedalan ruang kerjaku, mengerti ?” Tanya sang professor, kelima orang yang ada di hadapannya mengangguk dan tersenyum. “yuhu ! aku akan menemukan teori yang lebih hebat dari mu professor !” batin Erik kegirangan, erik adalah satu-satunya anak yang tidak memakai kaca mata minus tebal berbentuk oval. Sang professor hanya melihat dengan tatapan penuh arti, entah apa. Kelima anak itu di antar asisten sang professor- namanya pak kodir- ke kamar mereka , kamar kelima anak ini terletak di lantai Ke-dua pojok dekat tangga. Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan, setiap detik mereka lalui dengan menilitti, belajar, baca buku tebal dan menulis. Agak membosankan memang, selalu saja begitu setiap hari. sesekali kelima anak tersebut mengunjungi sang professor yang semakin hari semakin terlihat renta. Sang professor menjadi sosok bapak kedua bagi mereka. Kelembutan serta kasih sayang yang professor berikan sangat terlihat tulus. Senyum serta petuah-petuah yang professor berikan setiap malam selalu menginspirasi mereka, untuk menciptakan inovasi-inovasi baru dalam bidang ilmu pengetahuan. Entah angin apa yang mendorong mereka menjadi penasaran dengan ruang kerja sang professor yang selama ini tak pernah mereka masuki. Sepulang dari kamar tidur professor, rasa penasaran itu kembali berguncang dalam dada Erik, ia bilang ingin ke kamar kecil pada teman-temannya. Kamar kecil berada tepat di sebelah kamar mereka, namun Erik tetap berjalan , melewati beberapa ruangan, menyesuri lorong gelap lantai atas dan terdiam tepat di depan sebuah pintu berwarna coklat di lantai dua paling pojok. Dengan gugup ia tekan perlahan gagang pintu itu dan membuka hati-hati agar tak terdengar suara mencurigakan oleh yang lainnya. Saat masuk kedalam ruang itu ia melihat kertas yang bertempuk, entah kertas apa, namun terlihat sudah sangat lawas, selain itu tak ada lagi yang menarik perhatian Erik. Ia lanjutkan langkahnya menjelajahi ruangan tersebut, semakin kedalam bulu kuduk Erik semakin merinding, dan terhenti di depan sebuah berangkas. Erik takut namun rasa penasarannya sudah mencapai stadium tiga ia bulatkan niat untuk membuka berangkas itu, Erik menjulurkun tangannya perlahan, dan sesaat ada sebuah tangan yang mencengkram bahu ringkihnya... *** Keesokan harinya mereka bergegas bangun untuk menghadapi sebuah misi yang sangat hebat, meneliti sebab terjadinya perkelahian kucing anatara kucing lainnya saat mereka bertatapan. Sangat terdengar konyol memang, tapi tak pernah ada ilmuan yang mengungkapkan alasannya bukan ? maka dari itu mereka akan menguaknya. Mereka menyusuri tangga yang cukup berliku dan menemui sang profesor di lantai bawah. Sang profesor merentangkan tangan untuk menerima peluakan dari mereka, namun ekspresinya berubah saat menyadari satu diantara mereka tak bergabung, atau mungkin sudah tak ada lagi ? “kubilang juga apa ! jangan pernah masuk ke ruanganku ! kenapa sih, padahal hanya itu saja yang aku suruh !” bentak profesor sambil mengebrak meja, membuat keempat anak yang dihadapannya tersentak. Mereka saling adu pandang. Ya mereka sadar, Erik tak ada ! kemana dia ?akhirnya penelitian dibatalkan, profesor sudah tak berhasrat lagi. Riska,Safira,Gilbert, dan Mita tak mengerti, sebegitu diharamkannya ruangan itu ? jiwa muda mereka menggelora. “Baik, jujur saja aku penasaran.” Kata Gilbert membuka suara. “aku, juga.” Kata yang lain serempak. Mereka berkumpul di kamar mereka. “jika kalian penasaran juga, bagaimana jika kita cari Erik di ruang kerja profesor ?” mereka semua setuju, dan mulai untuk merancang sebuah rencana. Gilbert dan Mita akan masuk duluan, dan saat mereka berdua tak kunjung keluar juga, Riska dan Safira akan masuk menyusul mereka. Ekspidisi mereka dimulai ! Gilbert dan Mita berjalan hati-hati agar tak menimbulkan suara yang mencurigakan. Di bukanya pintu ruang kerja profesor perlahan nafas mereka terhenti, jantung mereka berdebar tak karuan. Langkah mereka terus menjelajah ruangan itu, mencari seonggok manusia bernama Erik . Namun mereka tak kunjung menemukan sobat seperjuangannya itu, yang mereka temukan malah sebuah berangkas yang lumayan besar, berangkas itu mencuri perhatian mereka. Dengan isyarat anggukan Gilbert mulai menggerakan tanganya kearah pemutar berangkas, namun sesaat bahu mereka berdua di rengkuh oleh tangan seseorang dari arah belakang punggung mereka... Riska dan Safira cemas menunggu Gilbart dan Mita di depan pintu ruang kerja sang profesor. Tiga puluh menit, empat puluh lima menit, dan enam puluh tujuh menit. Sudah satu jam lebih jika mereka tak kunjung datang dalam kurun waktu tiga menit lagi, Riska dan Safira akan menyusul mereka ke dalam ruangan itu. “baiklah, kita susul mereka.” Kata safira sambil menggenggam tangan Riska, meyakinkan dirinya sekaligus teman disampingnya. Riska hanya mengangguk memberi isyarat. Dengan langkah kaki penuh kehati-hatian mereka masuk. Dilihatnya sekililing ruangan itu, mengerikan namun memancarkan ketenangan yang tersimpan. Mereka mencari ketiga temannya itu, tak ada tanda-tanda adanya orang di sini, sunyi sepi, tak ada yang menarik, namun aneh mereka merasakan rileks begitu saja. “ada apa sih sebenarnya di sini, sampai-sampai profesor melarang kami masuk sini ?” batin safira penuh tanda tanya, dihadapannya kini ada sebuah berangkas, saat ia hendak membuka berangkas itu tangannya berhenti begitu melihat bercak darah di pemutar berangkas besi itu. “hey, darah siapa ini ?” dengan mata terbelalak Safira bertanya pada Riska, Riska hanya menggeleng matanya berkaca-kaca seperti ingin menangis. Dengan ragu Safira melanjutkan niatnya untuk membuka berangkas itu. Tapi tangannya terhenti lagi saat tiba-tiba bahunya direngkuh penuh geram oleh seseorang dari arah belakang punggungnya. *** Udara di ruangan kerjanya lumayan dingin, dengan gontai ia berjalan menuju kaca yang terbuka Sang profesor menutupnya dan kembali lagi ketempat yang membuat ia berdiri termenung sesaat. Ia buka berangkas yang terus ia jaga selama hidupnya, ia putar kuncinya sesuai kode, pintu berangkas itu terbuka ia elap darah yang mengotori tangannya ke bajunnya, sang profesor menggeleng kesal di ambilnya sebuah amplop coklat besar dan tebal itu ia masukan tangannya ke saku celananya sambil menimang-nimang amplop itu dengan tangan satunya, dahinya berkerut dan muka tuannya memancarkan kesedihan. “mereka tak pantas bersama mu, maafkan aku.” Kata pak kodir sambil merengkuh pundaknya dengan lembut dari arah belakang punggunggnya. Kelas kebanggan, 14 februari 2015

Shalat itu sebagai perisai

Sebagaiman telah kita ketahui, shalat adalah tiangnya Agama. Sehingga bisa kita simpulkan bahwasanya ketika tiangnya terjaga dengan baik dan berdiri kokoh maka pondasi yang lainnya pun akan kuat. Juga sebaliknya jika tiangnya jelek maka seluruh pondasinya pun akan ikut jelek dan goyah. Begitu pula dengan shalat, dengan menjaga shalat berarti kita menjaga tingkah dan perilaku kita. Shalat juga sebagai pelindung atau perisai bagi diri.telah tertera dalam surat Al-ankabut ayat :8 yang artinya : “” sesuai kandungan ayat tersebut kita bisa mengambil kesimpulan, dengan shalat kita bisa menjaga diri dari perbuatan mungkar dengan keji, kenapa bisa demikan ? kita ambil logikanya seperti ini, jika kita bisa tertib dan teratur serta tepat waktu dalam menegrjakan sahlat berarti kita taat pada Allah, walau Allah tak terlihat namun kita tetap bisa meyakini diri sendiri bahwasannya Allah selalu mengawasi sepanjang waktu, tak pernah terlewat walau sedetik juga tak pernah berpaling walau kita bersembunyi di lubang semut sekali pun. apalagi dengan perbuatan-perbuatan buruk yang dilarang agama serta tentunya berdampak jelek untuk diri sendiri, Insya Allah kita bisa menjaga diri dengan baik karena kita menjaga shalat dengan baik pula. Kemudian dari pada itu shalat juga bisa membuat tubuh kita sehat, karena shalat bisa dikatakan sebagai bagian dari olahraga. Subhanallah Allah menciptakan suatu kewajiban kepada Hamba-Nya yang sebenarnya memiliki dampak yang sangat baik untuk diri kita sendiri. Dalam hadits dikatakan tiga hal yang paling dicintai Allah yaitu : shalat tepat waktu, hormat pada kedua orangtua, dan syahid fii sabilillah. Namun dari ketiga hal tersebut, shalat tepat waktu berada di posisi paling pertama. Jadi Allah sangat mencintai Hamba-Nya yang bisa menjaga shalat tepat waktu, memanglah sulit untuk menjaga perihal tersebut, karena hawa nafsu dan kemalasan yang terus mengurung kita maka dari itu Allah sangat mencintai orang yang shalat tepat pada waktunya, karena berarti dia lebih mengutamakan Allah dari apapun, bisa meninggalkan segala kegiatan demi mengerjakan ibadah yang langsung berhubungan dengan sang maha kuasa. Karena amalan pertama kali yang nanti di hisab adalah shalat, dan shalat juga sebagai perisai yang melindungi kita dari perbuatan keji dan mungkar, maka ayo, kita jaga shalat kita, agar tetap terjaga iman dan ketakwaan kita pada sang maha khalik.